Peran Penting Media dalam Mengubah Stigma Kusta
Kusta, juga dikenal sebagai lepra adalah penyakit menular yang telah ada sejak zaman kuno dan memiliki dampak sosial, medis dan sejarah yang signifikan. Meskipun kusta kini dapat diobati dengan baik dan jumlah kasusnya terus menurun, penyakit ini masih memiliki stigma yang kuat.
Kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae. Gejala kusta bervariasi dari kasus ke kasus, tetapi biasanya meliputi bercak kulit yang kehilangan sensasi, nodul kulit, dan kerusakan saraf. Penyebaran bakteri ini terjadi melalui kontak langsung dengan penderita kusta melalui saluran pernapasan. Namun, sebagian besar orang tidak rentan terhadap penyakit ini karena sistem kekebalan tubuh mereka yang sehat.
Dalam sejarah, pengobatan kusta amat terbatas, dan banyak orang yang terkena penyakit ini mengalami penderitaan yang tak terbayangkan, Namun, sejak penemuan antibiotik, seperti Dapsone, Rifampicin, dan Clofazimine, pada abad ke 20 kusta dapat diobati dengan sukses.
Pengobatan diberikan dalam kurun waktu yang panjang, seringkali berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, tergantung pada tingkat keparahan penyakitnya. Pencegahan kusta juga penting dan melibatkan upaya untuk mengidentifikasi dan mengobati kasus sejak dini serta memberikan vaksin kepasa individu yang berisiko tinggi.
Selama berabad-abad penderita kusta dianggap orang yang terkutuk atau dijauhi karena stigma tersebut. Orang-orang yang menderita kusta sering dikucilkan dari masyarakat dan dipaksa hidup terpisah dari yang sehat. Stigmatisasi ini lebih merugikan dari penyakitnya sebab dapat menghambat upaya pengobatan dan rehabilitasi penderita kusta.
Organisasi-organisasi kesehatan dan hak asasi manusia di seluruh dunia telah bekerja keras untuk mengatasi stigma terhadap kusta. Banyak kampanye penyuluhan masyarakat dan pendidikan tentang kusta, menyediakan dukungan psikososial kepada penderita, dan mempromosikan inklusi sosial.
Semuanya bertujuan mengubah persepsi masyarakat tentang kusta dan mengakhiri stigma yang terus berlanjut. Di sinilah media juga berperan penting agar stigma terhadap penderita tidak berulang terjadi.
setuju kak, semoga semakin banyak orang yang aware akan perihal ini ya
BalasHapus